Langsung ke konten utama

FENOMENA PANIC BUYING DIMASA PANDEMI



Merebaknya virus corona ke beberapa negara menyebabkan banyak terjadi beberapa gejala sosial, termasuk Indonesia. Kepanikan sosial melanda di banyak sudut dunia.

Salah satu gejala sosial yang melanda beberapa negara pada awal-awal Covid-19 adalah panic buying. Banyak sekali barang-barang di pasaran yang mengalami kelangkaan stok dan lonjakan harga berkali-kali lipat. 

Panic Buying

Panic Buying merupakan fenomena di mana masyarakat melakukan penimbunan beberapa barang pada saat terjadi situasi darurat tertentu. Dalam kasus merebaknya virus corona, barang-barang yang menjadi incaran para konsumen adalah handsanitizer, masker dan kebutuhan pokok. 

Momen ini dimanfaatkan oleh beberapa oknum curang dengan menimbun beberapa barang dan meraup untuk sebanyak-banyaknya.

Hal  yang mendasari perilaku  Panic Buying

Panic buying didorong oleh ketakutan, dan keinginan untuk berusaha keras memadamkan ketakutan itu, seperti antrian berjam-jam atau membeli jauh lebih banyak dari yang Anda butuhkan. Panic buying menolong orang-orang merasa dapat mengontrol situasi, panic buying juga dapat dikatakan sebagai mekanisme alami yang dilakukan oleh manusia untuk merespon keadaan darurat disekitarnya. 

Cara Mengatasi Panic Buying

Pembatasan Jumlah Pembelian: Untuk  menghindarib yang tidak tepat sasaran, pembatasan jumlah beli dapat menjadi metode yang baik. Tidak hanya untuk masker, tetapi juga untuk bahan-bahan pokok maupun kebutuhan lain seperti tisu toilet. Pembatasan jumlah beli membuat setidaknya lebih banyak orang yang dapat memiliki barang tersebut.

- Tindak Tegas Oknum yang Curang: Dalam situasi yang genting, kadang rasa kemanusiaan tersampingkan karena ketakutan. Ada pula yang justru memanfaatkan momen genting untuk meraup untung yang lebih besar. Perlu adanya langkah tegas untuk memberi efek jera pada oknum-oknum semacam ini. Langkah ini setidaknya telah menjadi sebuah ancaman dan menimbulkan efek jera pada oknum nakal yang menimbun masker.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hubungan Psikologi Dakwah dengan Ilmu-ilmu Lain

Faizah dan Muchsin Effendi dalam bukunya Psikologi Dakwah (2006 ) mereka menyebutkan beberapa contoh hubungan ilmu psikologi dakwah dengan ilmu-ilmu lain, contohnya : 1.    Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi agama Islam adalah agama dakwah, agama menyebar luaskan kebenaran dan mengajak orang-orang yang belum mempercayainya untuk percaya, menumbuhkan pengetian dan kesadaran agar umat islam mampu menjalani hidup sesuai dengan perintah. Dengan demikian, setiap muslm berkewajiban untuk berdakwah. Dalam melaksanakan tugas dakwah, seorang da’i dihadapkan pada kenyataan bahwa individu-individu yang akan di dakwah memiliki keberagaman dalam berbagai hal seperti fikiran (ide-ide), pengalaman kepribadian dan lain-lain. Dengan kata lain seorang da’i di tuntut menguasai studi Psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan manusia sebagai individu maupun anggota masyarakat, baik pada fase perkembangan manusia anak, remaja dewasa dan manula. 2.    Hubungan Psikologi Dakwah Dengan Ilmu Komuni

“HAKEKAT ILMU ITU ADA SETELAH ENGKAU TELAH MENGAMALKANNYA

 Dan ketahuilah bahwasanya sebahagian daripada masalah yang engkau tanyakan kepada aku itu (hakekat ilmu) tidak dapat dijawab dengan tulisan ataupun dengan perkataan.  Tetapi jikalau engkau telah sampai kepada hakekat halnya maka barulah engkau faham (tentang rasa manisnya ilmu), jikalau engaku belum sampai kesana maka engkau belum mengetahuinya, karena masalah-masalah hal tersebut itu adalah masalah “Zauqiyah”, yaitu masalah yang tidak dapat dipahami dengan sebenarnya kecuali setelah dirasai oleh seorang akan hakekatnya (sesuatu).  Maka masalah-masalah yang seperti ini tidak dapat hanya semata disifatkan dengan perkataan tetapi mesti dengan dicoba dan dirasai, seperti manisnya sesutau yang manis dan pahitnya sesuatu yang pahit maka hal yang demikian tidak dapat diketahui kecuali dengan dirasai terlebih dahulu (tidak dapat diungkapkan dengan perkataan ataupun tulisan).

"DAHULUKAN BELAJAR ILMU FARDU AIN"

  Imam Al-Ghazali mengatakan, Hasil apakah yang akan engkau peroleh karena  telah banyak menghabiskan masa hanya belajar ilmu Kalam (ilmu mempelajari tentang segala sifat Allah dan nama nama-Nya), ilmu al-Khalaf (yaitu ilmu yang mempelajari tentang segala masalah hukum fikih yang rumit-rumit), Ilmu kedokteran, ilmu ad-Dawawin wal as-sy’ar (ilmu tentang segala syair arab), ilmu Nujum (ilmu tentang perbintangan ataupun astronomi), ilmu ‘Arudh (ilmu tentang cara menimbangi peletakkan syair arab) dan ilmu Nahwu dan Sharaf (ilmu tentang kaedah-kaedah bahasa arab atau sastra arab) selain daripada engkau mempersia-siakan umur dengan melnaggar perintah Allah yang Maha Besar. Maksud Imam al-Ghazali disini adalah bahwa rugilah orang yang mempelajari ilmu Matematika, biologi, ilmu tata bahasa arab dan lain sebagainya jika seorang penuntut ilmu itu tidak mempelajari lebih dahulu ilmu fardu a’in. Adapaun ilmu fardu A’in itu adalah Ilmu Tauhid, Ilmu Tasauf dan Ilmu Fikih.