Langsung ke konten utama

Makna "SETAN DIBELENGGU""

   

 Pada bulan ramadhan, seringkali kita mendengar istillah setan dibelenggu. lantas bagaimana, masih menjadi sebuah pertanyaan, mengapa kita seringkali masih tergoda dengan hal-hal yang dapat menimbulkan dosa, seperti meninggalkan sholat, puasa serta berbuat maksiat yang lain. Padahal pada saat bulan ramadhan semua setan dibelenggu ?

    Sabda Rasulullah SAW, “Ketika masuk bulan Ramadhan maka syaitan-syaitan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup” (HR Bukhari dan Muslim). Selama bulan puasa disebut para setan dibelenggu, sebenarya seperti apa makna dibalik ungkapan itu ?
 
    Dalam kitab Fathul Bari, yang menjadi syarh (kitab komentar) dari Shahih Bukhari, hadis tersebut coba dirasionalkan. Maksud dari perkataan "setan di belenggu" adalah pada bulan itu setan tidak akan mudah menggoda umat manusia daripada bulan selain Ramadhan, sehingga mereka sulit terjerumus dalam kemaksiatan.

    Maka filosofi setan dibelengu merupakan upaya untuk membebaskan diri kita dari pengaruh keburukan yang masuk dalam hati, tindakan, dan perilaku kita. Apabila kita mau berpikir lebih jauh, apakah benar Allah Swt. dengan segala kekuasaan-Nya membelenggu setan untuk manusia, bahkan Allah sendiri mempersilakan setan. untuk menyesatkan manusia sepanjang umurnya? 

    Sesungguhnya secara akal sehat, mestinya manusia sendirilah yang harus membelenggu setan agar tidak menyesatkan dirinya. Sementara, Ramadhan adalah. sebuah kesempatan yang diberikan Allah Swt. kepada kita untuk memperkuat kendali diri kita atas setan.

    Ada pula alasan yang lebih masuk akal. Di bulan Ramadhan, umat muslim sedang disibukkan dengan berbagai aktivitas seperti puasa menahan lapar dan haus, membaca Al-Qur'an, memperbanyak istighfar, zikir, dan segala macam amalan saleh lainnya, tentu bagi mereka yang melakukannya. 

    Dengan kesibukan tersebut, kemungkinan untuk terjebak dalam perbuatan maksiat menjadi sangat kecil, bahkan setan pun tidak berani mendekat pada orang yang sungguh-sungguh menjalankan dengan ikhlas ibadah puasa. semoga kita menjadi umat yang patuh akan perintah-perintahnya dan menjauhi segala larangannya Insya Allah jika kita melakukannya dengan penuh keikhlasan dan istiqamah, Allah Swt. akan melimpahi kita dengan pahala yang berlipat-lipat ganda. aminnnnnn.....
    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hubungan Psikologi Dakwah dengan Ilmu-ilmu Lain

Faizah dan Muchsin Effendi dalam bukunya Psikologi Dakwah (2006 ) mereka menyebutkan beberapa contoh hubungan ilmu psikologi dakwah dengan ilmu-ilmu lain, contohnya : 1.    Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi agama Islam adalah agama dakwah, agama menyebar luaskan kebenaran dan mengajak orang-orang yang belum mempercayainya untuk percaya, menumbuhkan pengetian dan kesadaran agar umat islam mampu menjalani hidup sesuai dengan perintah. Dengan demikian, setiap muslm berkewajiban untuk berdakwah. Dalam melaksanakan tugas dakwah, seorang da’i dihadapkan pada kenyataan bahwa individu-individu yang akan di dakwah memiliki keberagaman dalam berbagai hal seperti fikiran (ide-ide), pengalaman kepribadian dan lain-lain. Dengan kata lain seorang da’i di tuntut menguasai studi Psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan manusia sebagai individu maupun anggota masyarakat, baik pada fase perkembangan manusia anak, remaja dewasa dan manula. 2.    Hubungan Psikologi Dakwah Dengan Ilmu Komuni

“HAKEKAT ILMU ITU ADA SETELAH ENGKAU TELAH MENGAMALKANNYA

 Dan ketahuilah bahwasanya sebahagian daripada masalah yang engkau tanyakan kepada aku itu (hakekat ilmu) tidak dapat dijawab dengan tulisan ataupun dengan perkataan.  Tetapi jikalau engkau telah sampai kepada hakekat halnya maka barulah engkau faham (tentang rasa manisnya ilmu), jikalau engaku belum sampai kesana maka engkau belum mengetahuinya, karena masalah-masalah hal tersebut itu adalah masalah “Zauqiyah”, yaitu masalah yang tidak dapat dipahami dengan sebenarnya kecuali setelah dirasai oleh seorang akan hakekatnya (sesuatu).  Maka masalah-masalah yang seperti ini tidak dapat hanya semata disifatkan dengan perkataan tetapi mesti dengan dicoba dan dirasai, seperti manisnya sesutau yang manis dan pahitnya sesuatu yang pahit maka hal yang demikian tidak dapat diketahui kecuali dengan dirasai terlebih dahulu (tidak dapat diungkapkan dengan perkataan ataupun tulisan).

"DAHULUKAN BELAJAR ILMU FARDU AIN"

  Imam Al-Ghazali mengatakan, Hasil apakah yang akan engkau peroleh karena  telah banyak menghabiskan masa hanya belajar ilmu Kalam (ilmu mempelajari tentang segala sifat Allah dan nama nama-Nya), ilmu al-Khalaf (yaitu ilmu yang mempelajari tentang segala masalah hukum fikih yang rumit-rumit), Ilmu kedokteran, ilmu ad-Dawawin wal as-sy’ar (ilmu tentang segala syair arab), ilmu Nujum (ilmu tentang perbintangan ataupun astronomi), ilmu ‘Arudh (ilmu tentang cara menimbangi peletakkan syair arab) dan ilmu Nahwu dan Sharaf (ilmu tentang kaedah-kaedah bahasa arab atau sastra arab) selain daripada engkau mempersia-siakan umur dengan melnaggar perintah Allah yang Maha Besar. Maksud Imam al-Ghazali disini adalah bahwa rugilah orang yang mempelajari ilmu Matematika, biologi, ilmu tata bahasa arab dan lain sebagainya jika seorang penuntut ilmu itu tidak mempelajari lebih dahulu ilmu fardu a’in. Adapaun ilmu fardu A’in itu adalah Ilmu Tauhid, Ilmu Tasauf dan Ilmu Fikih.