Langsung ke konten utama

Dakwah di Era Disrupsi

Pada era disrupsi banyak sekali tantangan dakwah yang dihadapi oleh da'i. 

Apa itu dakwah diera disrupsi? 

Disrupsi itu sendiri adalah sebuah era terjadinya inovasi dan perubahan besar-besaran yang secara fundamental yang mengubah semua sistem, tatanan, dan landscape yang ada kecara-cara baru. Akibatnya pemain yang masih menggunakan cara dan sistem lama kalah bersaing. Jadi Dakwah diera Disrupsi adalah dakwah yang dilakukan pada saat kebanyakan atau sebagian masyarakat tengah berada  diera modern. era Disrupsi sendiri ditandai dengan munculnya berbagai fenomena kegoncangan masyarakat akibat terjadinya perubahan dahsyat dalam tatanan kehidupan, seperti penggunaan teknologi terhadap perkembangan masyarakat.

 Disadari atau tidak, peradaban manusia telah berangsur berubah. Realita kehidupan manusia telah masuk era revolusi teknologi yang secara fundamental mengubah cara hidup, bekerja dan berhubungan antar sesama.Dalam skala ruang lingkup dan kompleksitasnya, transformasi yang sedang terjadi sekarang mengalamipergeseran gaya hidup dari sebelumnya. Kemajuan bidang informasi komunikasi dan bioteknologi hingga teknik material mengalami percepatan luar biasa dan membawa perubahan radikal disemua dimensi kehidupan. Kondisi ini menggiring kita agarsegera menyesuaikan diri dalam menghadapi era modern yang semakin berkembang.
 
Strategi dakwah apa yang tepat pada era disrupsi?

Dakwah menjadi sarana utama sebagai upaya integrasi islam pada masyarakat. Terlebih, pentingnya strategi dakwa hmerupakan sebuah hal yang layak mendapatkan perhatian khusus untuk segera kecapaian tujuan. Dimasa sekarang ini, menjadi Masa peralihan yang sangat mengecewakan untuk sebagian orang, bukan saja para juru dakwah, tapi juga masyarakat yang andalan taklim agamanya bergantung pada paparan lisan para ustaz. 

Untuk itu, para da'i mengubah cara dakwahnya dengan menggunakan teknologi atau media sebagai alat untuk berdakwah. Seperti menggunakan WhatsApp, Facebook, YouTube dan media sosial yang lainya,Walaupun sebagian orang belum banyak mengenal teknologi. Akan tetapi, dengan berkembangnya era saat ini, juga selalu membawa hikmah. Masyarakat mulai merasakan pentingnya belajar bermedia. Individu-individu yang terhitung belum terlalu mengenal teknologi atau gaptek, mulai bekenalan dengan dunia teknologi informasi. Pasalnya, tradisi lisan yang biasa dilakukan para ustaz itu mulai beralih ke media digital. Paparannya pun bisa lebih efektif, sederhana, serta jangkauan geografisnya relatif lebih luas. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hubungan Psikologi Dakwah dengan Ilmu-ilmu Lain

Faizah dan Muchsin Effendi dalam bukunya Psikologi Dakwah (2006 ) mereka menyebutkan beberapa contoh hubungan ilmu psikologi dakwah dengan ilmu-ilmu lain, contohnya : 1.    Hubungan psikologi dakwah dengan psikologi agama Islam adalah agama dakwah, agama menyebar luaskan kebenaran dan mengajak orang-orang yang belum mempercayainya untuk percaya, menumbuhkan pengetian dan kesadaran agar umat islam mampu menjalani hidup sesuai dengan perintah. Dengan demikian, setiap muslm berkewajiban untuk berdakwah. Dalam melaksanakan tugas dakwah, seorang da’i dihadapkan pada kenyataan bahwa individu-individu yang akan di dakwah memiliki keberagaman dalam berbagai hal seperti fikiran (ide-ide), pengalaman kepribadian dan lain-lain. Dengan kata lain seorang da’i di tuntut menguasai studi Psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan manusia sebagai individu maupun anggota masyarakat, baik pada fase perkembangan manusia anak, remaja dewasa dan manula. 2.    Hubungan Psikologi Dakwah Dengan Ilmu Komuni

“HAKEKAT ILMU ITU ADA SETELAH ENGKAU TELAH MENGAMALKANNYA

 Dan ketahuilah bahwasanya sebahagian daripada masalah yang engkau tanyakan kepada aku itu (hakekat ilmu) tidak dapat dijawab dengan tulisan ataupun dengan perkataan.  Tetapi jikalau engkau telah sampai kepada hakekat halnya maka barulah engkau faham (tentang rasa manisnya ilmu), jikalau engaku belum sampai kesana maka engkau belum mengetahuinya, karena masalah-masalah hal tersebut itu adalah masalah “Zauqiyah”, yaitu masalah yang tidak dapat dipahami dengan sebenarnya kecuali setelah dirasai oleh seorang akan hakekatnya (sesuatu).  Maka masalah-masalah yang seperti ini tidak dapat hanya semata disifatkan dengan perkataan tetapi mesti dengan dicoba dan dirasai, seperti manisnya sesutau yang manis dan pahitnya sesuatu yang pahit maka hal yang demikian tidak dapat diketahui kecuali dengan dirasai terlebih dahulu (tidak dapat diungkapkan dengan perkataan ataupun tulisan).

"DAHULUKAN BELAJAR ILMU FARDU AIN"

  Imam Al-Ghazali mengatakan, Hasil apakah yang akan engkau peroleh karena  telah banyak menghabiskan masa hanya belajar ilmu Kalam (ilmu mempelajari tentang segala sifat Allah dan nama nama-Nya), ilmu al-Khalaf (yaitu ilmu yang mempelajari tentang segala masalah hukum fikih yang rumit-rumit), Ilmu kedokteran, ilmu ad-Dawawin wal as-sy’ar (ilmu tentang segala syair arab), ilmu Nujum (ilmu tentang perbintangan ataupun astronomi), ilmu ‘Arudh (ilmu tentang cara menimbangi peletakkan syair arab) dan ilmu Nahwu dan Sharaf (ilmu tentang kaedah-kaedah bahasa arab atau sastra arab) selain daripada engkau mempersia-siakan umur dengan melnaggar perintah Allah yang Maha Besar. Maksud Imam al-Ghazali disini adalah bahwa rugilah orang yang mempelajari ilmu Matematika, biologi, ilmu tata bahasa arab dan lain sebagainya jika seorang penuntut ilmu itu tidak mempelajari lebih dahulu ilmu fardu a’in. Adapaun ilmu fardu A’in itu adalah Ilmu Tauhid, Ilmu Tasauf dan Ilmu Fikih.